sensasi dunia wisata dan petualangan

Bandros Tingkat Pertama di Bandung

Tulisan ini pernah dimuat di majalah Jabar Publisher edisi #27 Mei-Juni 2014, dengan judul Bandros Made In Bandung. Ditulis ulang dan ditambahkan ke dalam blog rosmellix.com sebagai pengingat bahwa pernah ada bandros tingkat (double decker) yang pertama kali hadir di kota Bandung.

Pernah kenal bandros?

Itu nama makanan tradisional khas Jawa Barat. Bandros terbuat dari tepung beras dicampur dengan potongan kelapa dan santan, kemudian dibakar dalam cetakan berbentuk lonjong seperti bulan. Makanan ini jadi primadona dan tersingkirkan sejalan dengan perkembangan zaman. Tak banyak tempat yang menjual penganan ini, biasanya ada di pasar-pasar tradisional ataupun di pinggiran kota.

Tapi lain halnya dengan bandros yang ada di kota Bandung. Bandros yang memiliki singkatan dari Bandung Tour On Bus, adalah sarana transportasi berupa bus yang digunakan untuk berkeliling di kawasan kota Bandung. Bus ini memiliki 2 (dua) kabin bertingkat (double decker). Bagian bawah terdapat kursi dan meja seperti di bar, kursi taman dan kursi untuk supir, juga lemari pajangan (show case), perangkat audio dan tangga untuk naik ke bus bagian atas (lantai dua). Di bagian atas adalah ruang terbuka, terdapat 2 (dua) lajur kursi taman dilengkapi dengan pengeras suara (speaker) dan kain penutup (seperti tenda) yang dapat dibuka/tutup sewaktu-waktu bila diperlukan.

Pagi itu, saya berkumpul di Taman Kandaga Puspa, Bandung bersama teman-teman dari Pemerintah Kota Bandung, Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) dan Bandung Tourism Promotion Board (BPTP). Sekitar pukul 09.20 WIB, dimulailah ujicoba jalur bandros. Rutenya cukup menarik, melewati pusat pemerintahan Hindia Belanda, kawasan perniagaan, area kesehatan, pusat kota Bandung hingga ke daerah militer. Sekitar 2 jam, peserta bandros bisa berfoto dari dalam bandros tersebut sambil mendengarkan penuturan, cerita juga informasi yang disampaikan oleh pemandu wisata (tour guide).

Selama ujicoba jalur bandros tingkat ini, ditemukan hambatan seperti ranting pohon dan kabel listrik yang menghalangi jalannya bandros. Seperti yang terjadi di jalan Braga, ada untaian payung yang diikatkan pada kawat dari kanan ke kiri, yang membuat kami (peserta bandros) terpaksa mengangkat untaian payung tersebut agar bandros bisa lewat. Pada prakteknya kendaraan ini hampir selalu berada di jalur cepat, padahal kecepatannya rata-rata 20 km/jam. Maka tak heran bila sepanjang jalan kendaraan lain yang berada di belakang bandros, mengurangi kecepatan dan bahkan ada yang membunyikan klakson. Ada baiknya bila pemerintah kota Bandung bekerjasama dengan pihak terkait, merapihkan untaian kabel, ranting pohon dan juga hal lain yang diperkirakan akan menghalangi jalur operasi bandros.

Bandros ini merupakan hasil kerjasama antara pemerintah kota Bandung dengan telkomsel. Saat ini baru 1 (satu) unit yang tersedia. Ke depannya, akan ada 30 unit bandros yang berkeliling dari shuttle ke shuttle yang telah ditentukan.

Sayang bandros tingkat ini sekarang tinggal kenangan. Karena kondisi dan teknis di lapangan yang tidak memungkinkan membuat bandros ini terpaksa dirumahkan. Selanjutnya kota Bandung dipenuhi dengan bandros-bandros satu lantai (single decker). Ada bandros permen dan bandros Mang Dudung yang bisa digunakan untuk berwisata di seputaran kota Bandung.


Sumber data :

  • Observasi dan wawancara

Sumber foto : dokumentasi pribadi

Sumber foto : youtube