Api abadi mrapen ini adalah situs fenomena geologi berupa api yang menyala di atas tanah, sebagai akibat dari terbakarnya gas alam yang muncul ke permukaan bumi.
Tak sengaja menemukan tempat ini saat lewat daerah Gubug Purwodadi, ada plang bertuliskan api abadi mrapen. Karena penasaran, masuklah ke lokasi ini dan bertemu dengan palang yang menandakan bahwa disini ada tempat wisata.
Api abadi mrapen ini tepatnya berada di Desa Manggarmas Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Disini rupanya kawasan pedesaan yang dibangun gor atau stadion olahraga dengan bale di depannya. Melihat ke arah kanan, akan menemukan rumah-rumah dan tempat dimana api abadi mrapen berada.
Saat saya berkunjung kesana tampak bangunan yang menggunung menyerupai gundukan. Di bagian atasnya terdapat tumpukan batu yang menyala. Tanganku mendekat ke arah tumpukan batu tersebut dan benar terasa panas. Sesekali kulihat ada percikan api yang tiba-tiba membesar dan mengecil lagi.
Disebut api abadi karena api ini tidak pernah padam walaupun musim hujan datang. Sedangkan mrapen sendiri artinya tempat perapian (prapen). Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan ini memberi nama api abadi ini Kyai Mrapi/Nyai Mrapi. Lokasi ini juga menjadi tempat produksi senjata kesultanan Demak Bintoro yang dibuat oleh Empu Supo Mandrangi, seperti Kyai Sengkelat, Kyai Nogososro luk tiga belas, Kyai Nogosiluman luk tiga belas, dan Kyai Nogowelang luk tiga belas.
Menurut informasi yang saya dengar, api abadi Mrapen pernah dibawa dengan obor oleh atlet Indonesia yang berlari dari kawasan ini untuk menyalakan tungku api pada saat pesta olahraga Ganefo (Games of The New Emeging Forces) I tahun 1963 di Gelora Bung Karno Jakarta. Bahkan pada saat Pekan Olahraga Nasional (PON) X tahun 1981, POR PWI tahun 1983, dan HAORNAS, juga obor upacara Hari Raya Waisak.
Sayangnya saat disana saya tak menemukan tanda/plakat/informasi yang menerangkan agenda olahraga tersebut. Hanya ada monumen obor api dan patung seorang atlet yang membawa obor.
Dan tahun 2018 ini pada acara kirab api obor Asian Games 2018, api abadi mrapen disatukan bersama api Asian Games dari India.
Legenda Api Abadi Mrapen
Sekitar tahun 1478 M Kerajaan Majapahit dibawah pimpinan Prabu Brawijaya V berperang dengan Prabu Girindrawardhana (Keling Kediri). Kerajaan Majapahit runtuh dan dikuasai oleh Kesultanan Demak Bintoro. Sultan Demak mengutus Sunan Kalijaga untuk memindahkan benda-benda milik kerajaan Majapahit. Dalam perjalanan pulang ke ibukota Kesultanan Demak, rombongan Sunan Kalijaga kelelahan dan beristirahat disini. Karena kesulitan untuk menghidupkan api dan mendapatkan air, mereka berdoa memohon anugrah api dan air.
Ada yang mengatakan bahwa Selesai berdoa, Sunan Kalijaga menancapkan tongkatnya ke tanah dan muncul percikan api saat tongkat tersebut dicabut kembali. Ada juga yang bercerita bahwa Sunan Kalijaga melihat keberadaan api yang memang ada di lokasi itu, tapi hanya beliau yang dapat melihat karena terpapar sinar matahari. Kemudian beliau menggesek-gesekkan tongkatnya disitu agar rombongannya dapat jelas melihat api tersebut.
Batu Bobot
Tepat di sebelah api abadi mrapen, ada bangunan yang di dalamnya terdapat situs peninggalan Sunan Kalijaga pada abad XV, yaitu batu bobot (watu bobot). Menurut cerita, dalam misi perjalanan pulans membawa benda-benda dari Kerajaan Majapahit, salah satu barang yang dibawa yaitu batu bobot. Namun ditinggalkan di kawasan ini karena berat (+ 20 kg) dan memperlambat perjalanan rombongan Sunan Kalijaga menuju ibukota kesultanan Demak. Batu bobot yang disebut juga Kyai Selo Bobot/Nyai Selo Bobot ini merupakan landasan tiang bangunan kerajaan Majapahit. Empu Supo Mandrangi menggunakan batu ini sebagai alas/bantalan untuk membuat keris.
Saat saya mengintip bagian dalam bangunan, tampak batu bobot yang diikat dengan tali. Katanya pada zaman Belanda ada yang mencoba mengangkat lalu menjatuhkan batu tersebut sehingga pecah menjadi beberapa bagian.
Sendang Dudo
Masih di kawasan api abadi mrapen, tak jauh dari situ ada yang namanya sendang dudo. Sendang yaitu kolam yang ada di daerah pegunungan, dimana airnya berasal dari mata air. Sedangkan dudo berasal dari kata nduduk (bahasa Jawa) yang artinya menggali. Kata ini berubah menjadi dudo karena pengucapan sehari-hari. Ada juga yang mengatakan bahwa disebut dudo karena hanya ada satu sendang di kawasan ini. Dudo berarti sendiri, tidak memiliki pasangan. Mungkin ini salah satu alasan mengapa sendang ini hanya memiliki nama Kyai Sendang Dudo.
Saat rombongan Sunan Kalijaga berisitirahat disini, mereka menggunakan air dari sendang dudo untuk minum dan memasak. Air ini muncul di saat Sunan Kalijaga meminta rombongannya untuk menggali tanah di sekitar tongkat sambil berdoa memohon diberikan air. Kemudian beliau mencabut tongkatnya, dan muncullah air dari bekas tancapan tongkat yang kemudian mengisi cekungan tanah tersebut. Versi lain menyebutkan bahwa Sunan Kalijaga menancapkan tongkat saat melihat adanya cekungan tanah sambil berdoa memohon dianugrahi air. Setelah mencabut tongkatnya, air keluar mengisi cekungan tersebut.
Sendang dudo berwarna kehijauan yang mengandung gas, sehingga muncul gelembung-gelembung seperti air mendidih. Namun saat disentuh biasa saja tidak berasa panas. Menurut cerita, air sendang dudo ini menjadi keruh karena digunakan untuk membuat senjata Kesultanan Demak. Masyarakat disini percaya bahwa air dari sendang dudo bisa menyembuhkan penyakit kulit.
Sumber data :
- Plakat di kawasan api abadi mrapen
- Observasi dan wawancara
Sumber foto : dokumentasi pribadi